Friday, April 9, 2010

Pembelaan amatir seorang pegawai DitJend Pajak terhadap Kasus Gayus.

Sebelumnya saya merefresh dulu memory saya dan berusaha mengingat kapan terakhir kalinya saya menulis di multiply sebelum tulisan ini saya tulis...yang ternyata itu adalah tanggal 7 Oktober 2008!! wuuoww! lama juga yah. Terlalu banyak kejadian penting yang saya lewatkan untuk ditulis! Dan mumpung otak belum letih berfikir dan mata masih susah diajak merem maka saya berniat menulis masalah makelar kasus, mafia peradilan, konspirasi atw apalah itu yang entah disengaja atau tidak melibatkan salah satu pegawai Direktorat Jendral tempat dimana saya akan menghasbiskan sebagian umur saya disitu. saya adalah seorang pegawai pajak.

Ketika saya mendengar banyak komentar-komentar miring yang belakangan sering terdengar baik di media atau di situs2 jejaring sosial tentang kasus Mafia Peradilan Pajak itu terus terang membuat saya ingin berteriak dengan lantam mengucapkan:

"saya kerja di Pajak! tapi saya tidak kaya.." haha..

Sebagai informasi saja bahwa saya pernah merasakan bekerja di direktorat tempat bung gayus bekerja, yakni Direktorat Keberatan dan Banding. Saya ditempatkan di direktorat itu tepat sebelum saya terkena imbas modernisasi birokrasi DJP (Direktorat Jendral Pajak) yang belakangan oleh masyarakat terkenal dengan istilah remunerasi (silahkan dicari sendiri arti lengkapnya). Jadi saya kemungkinan besar saya pernah merokok bareng bung gayus di smoking area yang berbentuk tangga darurat itu.

Masa kerja saya di DJP juga hampir sama dengan bung gayus yang katanya baru 5 tahunan bekerja di DJP. hoho..tapi jangan langsung mikirnya saya punya kekayaan yang sama dengan bung gayus itu yah..bukan hanya jauh berbeda bahkan malah kekayaan saya saja nampaknya tidak sopan dibeberkan di depan publik yang nantinya ditakutkan berakibat publik merasa trenyuh dan jatuh kasihan dengan saya.:)

Kemarin saya secara tidak sengaja membaca tentang salah satu grup di Fac*book yang isinya mendukung "pemboikotan bayar pajak demi keadilan". WTF dude! sangat dangkal dan sempit sekali pemikiran itu.. mana ada keadilan ditegakkan dengan enggak bayar pajak!? justru pajak diciptakan agar adanya penyetaraan di masyarakat. Tarif pajak yang progresif dimaksudkan agar si penerima gaji yang besar dibebani pajak yang sebanding dengan si penerima gaji yang kecil. Justru dengan adanya kewajiban pajak bagi seluruh Wajib Pajak itu terlihat sekali bahwa negara tidak memandang seseorang dari ketampanan atau kekayaannya melainkan dilihat dari patuh tidak nya seorang warga negara menjalani kewajibannya membayar pajak.

Coba jawab darimana negara bisa dapet dana untuk bangun sekolah-sekolah inpres sederhana yg murah walaupun kualitas pendidikannya dipertanyakan?
Darimana negara dapet dana buat bayar gaji tentara dan guru yang sekarang malah terancam tidak mendapat perbaikan pendapatan sebagai imbas dari kasus Mafia Peradilan ini?

Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara yang sangat krusial. Dan kacaunya lagi sekarang masyarakat beranggapan bahwa tempat duit-duit pajak itu berkumpul adalah di DJP!?

perlu saya jelaskan bahwa DJP hanyalah sebagai penghimpun pajak! bukan pengumpul pajak. pajak yang dibayarkan oleh masyarakat itu larinya ke bank-bank persepsi yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai tempat penerimaan pembayaran pajak. jadi DJP sama sekali tidak berurusan dengan uang Pajak2 yg terkumpul itu. Untuk membuktikan kata-kata saya silahkan saja coba bayar pajak di loket yang tersedia di Kantor Pajak manapun. Kemungkinan besar jawaban yang muncul dari petugas loketnya adalah anda disuruh ke bank persepsi terdekat disertai dengan canda bernuansa sindiran karena sangat terlihat anda belum pernah bayar pajak.

Mengenai kasus yang menimpa rekan saya gayus siapapun itu namanya, saya hanya bisa berpendapat bahwa permasalahan pokok disitu adalah tentang Mafia Peradilan yang sudah berakar yang KEBETULAN melibatkan salah seorang Pegawai DJP.
Come on guys! gak semua pegawai pajak itu kaya dan bajingan. Bahkan dikantor saya saja banyak terdapat pegawai-pegawai tingkat menengah yang sampai sekarang masih menempati rumah kontrakan, yang tiap awal musim sekolah sibuk cari pinjaman disana-sini buat biayain anak nya masuk sekolah. 

Tetapi walaupun begitu saya juga tidak menyangkal bahwa mungkin dulu sebelum DJP mengalami modernisasi dimana masih terdapat banyak celah untuk melakukan kolusi dengan Wajib Pajak, banyak pegawai pajak yang terlihat hidup bergelimangan harta dan kekayaan. Namun percayalah kawan, dengan modernisasi DJP yang telah berjalan hampir 4 tahun ini berakibat sangat merubah gaya hidup sebagian besar pegawai nya karena pengaruh berkurangnya bahkan menghilangnya sumber penghasilan-penghasilan sampingan hasil kolusi dengan Wajib Pajak.

Sekarang para pegawai DJP diwajibkan untuk melakukan absen pagi paling lambat jam 7.30 dan kemudian absen pulang di jam 5.00 sore yang berarti pegawai pajak mempunyai jam kerja sebanyak 8,5 jam setiap hari kerja. Sementara undang-undang ketenagakerjaan menetapkan bahwa jam kerja normal di Indonesia adalah 8 jam sehari.

Harapan saya dengan tulisan ini adalah bahwa supaya masyarakat jangan langsung mencap seluruh pegawai pajak adalah korup semua. Sangatlah tidak adil kalau penilaian kualitas suatu institusi pemerintah dilihat dari kesalahan salah satu pegawai nya yang kebetulan terlibat dalam kasus Mafia Peradilan yang lagi ramai dibicarakan.

Apabila ingin berdiskusi langsung dengan saya mengenai tulisan ini ataupun permasalahan perpajakan, silahkan menghubungi saya langsung.

Walaupun sebenarnya saya kurang berdedikasi dalam profesi saya, tetapi saya tidak akan bisa tinggal diam saja melihat Direktorat Jendral tempat saya mencari nafkah dirusak dan diacak-acak citranya oleh sekelompok media ataupun masyarakat yang mempunyai kepentingan sendiri.

Dan sejujurnya juga saya sangat tidak perduli dengan sinetron politik berjudul Mafia Peradilan itu.haha 

9 comments:

  1. pa kabar brur? masih maen putsal? hehehhe

    oh iya, gw mau tanya, duit pajak itu dialokasikan untuk kepentingan umum ga sih? seperti WC UMUM ?
    soale gw kalo ke gambir utk ke WC-nya aja kudu bayar...

    tks

    ReplyDelete
  2. gimana kalo ketemuan aja? sekalian kangen2an gitu.. *blushing*

    ReplyDelete
  3. dua jempol bergelimangan buat om panih deh..akhirnya ada yg menjelaskan beginian jg :D kl pendapat bodoh gw sih ya...uang2 yg jadi masalah itu adalah titipan tak bertanggung jawab dari faktor external yg gede2 ya..bung gayus itu spt kotak deposit aja yg akhir dikambing hitamkan...ironis memang akhirnya merusak institusi dikarenakan pemberitaan media YANG berbackground pemiliknya adalah penguasa2 politis...ya udeh negeri kita ni mbulet kepentingan2 yg gak jelas, cuman UUD kok UjungUjungnyaDuit :D bung panih...kapan kita ketemuan lagi yah, sorry nih ane lg pusing2nya hehhehhe

    ReplyDelete
  4. haha..futsal masih rutin tiap selasa kawan..tapi kadang2 absen juga sih..

    tarif wc umum,parkir dan lain2 itu adalah kewenangan pemda masbro karena masuk ke pajak daerah..
    sementara pajak sebenernya terbagi 2 jenis yaitu: pajak daerah dan pajak pusat. pajak daerah itu diurusi oleh Pemda sementara pajak pusat diurusi oleh DJP.

    ReplyDelete
  5. calon pengantin gak boleh mikirin yg aneh2..hahah,.urusin aja nikahan dulu.. hahaha ntar insya Allah gw dateng ye bon..

    ReplyDelete
  6. padahal pgn ajak undang kawan lo bung gayus itu, biar kotak angpao gw cpt penuh ahhahha...tp dah diculik ya :D

    ReplyDelete
  7. ntar gw sampein yah..hahah kalo kotak amplopnya yg nigisi om gayus mah gw juga mw dah buru2 nikah..hehehe

    ReplyDelete
  8. cocok fan jd copywriter, drpd jd org pajak..hahaha tp duitnya mah kencengan elu sih tetep :p

    ReplyDelete
  9. KENCENG banget.. haha gw mah biar kere asal sombong aja sih..

    ReplyDelete